STANDAR PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Pembelajaran Matematika yang dirumuskan oleh National Council of
Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menggariskan, bahwa siswa harus
mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan
baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: pertama,
belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); kedua,
belajar untuk bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof);
ketiga, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication);
keempat, belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); dan
kelima, belajar untuk mempresentasikan (mathematics representation).
Pada tugas yang ke-4 ini akan ditelaah kelima standar proses yang telah
disebutkan di atas satu per satu, yaitu sebagai berikut :
1. Pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang
namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam
pembelajaran matematika. Sebagian besar ahli pendidikan matematika
menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau
direspon siswa. Tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. Suatu
pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan
adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh
prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan
pengetahuan matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan
suatu dilemma atau situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita
sedang memecahkan masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang
baik, siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan
memecahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan
nyata. Aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemecahan
masalah, meliputi: mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan,
serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah situasi
sehari-hari dan metematik; menerapkan strategi untuk menyelesaikan
berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika;
menjelaskan/ menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal; menyusun
model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan
menggunakan matematika secara bermakna. Strategi untuk memecahkan suatu
masalah matematika bergantung pada masalah yang akan dipecahkan.
Strategi pemecahan masalah yang bersifat umum, untuk memecahkan suatu
masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yakni:
a. Memahami masalah, kegiatan dapat yang dilakukan pada langkah ini
adalah: apa (data) yang diketahui, apa yang tidak diketahui
(ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus
dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih
operasional (dapat dipecahkan).
b. Merencanakan pemecahannya, kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah
ini adalah: mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah
diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan
dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian
(membuat konjektur).
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana, kegiatan yang dapat dilakukan
pada langkah ini adalah: menjalankan prosedur yang telah dibuat pada
langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian.
d. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian, kegiatan yang
dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menganalisis dan mengevaluasi
apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah
ada prosedur lain yang lebih efektif, apakah prosedur yang dibuat dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sejenis, atau apakah prosedur
dapat dibuat generalisasinya.
Dengan demikian inti dari belajar memecahkan masalah, supaya siswa
terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan
yang baik saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkan dengan situasi
nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya. Kemudian
siswa bereksplorasi dengan benda kongkrit, lalu siswa akan mempelajari
ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika
secara formal.
2. Penalaran dan pembuktian matematika (mathematical reasoning and proof )
Yang dimaksudkan siswa memiliki kemampuan memberi alasan yang masuk
akal, belajar untuk bernalar dan pembuktian adalah siswa mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara
untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik
dari kasus-kasus yang bersifat individual disebut penalaran induktif.
Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus
yang bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran
deduktif. Penalaran matematis penting untuk mengetahui dan mengerjakan
matematika. Kemampuan untuk bernalar menjadikan siswa dapat memecahkan
masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Kapanpun kita
menggunakan penalaran untuk memvalidasi pemikiran kita, maka kita
meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berpikir secara
matematik. Adapun aktivitas yang tercakup di dalam kegiatan penalaran
matematik meliputi: menarik kesimpulan logis; menggunakan penjelasan
dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan;
memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan;
untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi;
menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh (counter
example); mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argument;
menyusun argument yang valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung
dan menggunakan induksi matematik.
Secara rinci pembelajaran ini bertujuan untuk memberdayakan anak sampai pada tingkat:
1.Mengenali dan meyakini bahwa memberikan alasan yang masuk akal
(bernalar) dan bentuk pembuktian adalah aspek yang mendasar di dalam
belajar matematika.
2.Membuat dan memeriksa kembali perkiraan matematika yang telah diduga sebelumnya.
3.Mengembangkan dan mengevaluasi pernyataan matematika dan pembuktiannya.
4.Memilih dan menggunakan berbagai macam bentuk penalaran dan metode pembuktian.
Bernalar secara sistematis adalah keistimewan yang pasti ada pada
matematika. Menyelidiki , mencari kebenaran, dan menggunakan perkiraan
matematika pada umumnya semua terdapat pada esensi lingkup matematika,
dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda pada semua jenjang. Melalui
penggunaan penalaran, siswa-siswa belajar dengan matematika untuk
mendapatkan pengertian. Penalaran dan mencari bukti harus konsisten dan
terbentuk dari pengalaman matematika siswa terebut sejak usia 12 tahun.
Penalaran secara matematik dijadikan suatu kebiasaan yang muncul dari
ide pikirannya, dan kebiasaan-kebiasaan itu harus dikembangkan secara
kosisten dalam banyak hal di jenjang kelas awal. Pada semua tingkat para
siswa memberi alasan secara induktif dari pola-pola dan kasus-kasus
khusus. Sebagai contoh untuk membuktikan secara informal dengan
kontradiksi,yaitu membuktikan bahwa 0 adalah bilangan genap adalah :
”Jika 0 bilangan ganjil maka 0 dan 1 akan menjadi dua buah bilangan
ganjil dalam sebuah barisan. Tetapi ganjil genap adalah selang-seling.
Maka 0 haruslah genap.
Di sekolah dasar anak harus belajar membuat pernyataan deduktif efektif
yang baik. Menggunakan kebenaran matematika yang mereka tetapkan di
kelas. Pada kelas akhir sekolah menengah para siswa dapat memahami dan
meperoleh beberapa bukti matematika, menyimpulkan dari
hipotesis-hipotesis secara logis dan deduktif dan bisa menilai isi dari
suatu argumen-agumen.
Di jejang kelas sekolah menengah lebih lanjut akan belajar berbagai metode pembuktian, antara lain :
1.Pembuktian langsung.
2.Pembuktian dengan cara kontradiksi.
3.Pembuktian dengan cara kontraposisi.
4.Pembuktian dengan cara induksi matematika.
Dengan pembiasaan bernalar siswa dapat pula memutuskan metode pembuktian
apa yang harus digunakan untuk menghadapi permasalahan pembuktian
matematika dan mampu berpikir logis dalam mengatasi permasalahan
kehidupan sehari-hari.
3. Komunikasi matematis (mathematical communication)
Komunikasi matematika merefleksikan pemahaman matematik dan merupakan
bagian dari kekuatan matematika. Siswa-siswa mempelajari matematika
seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang
kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika,
ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara
dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan
solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk merefleksikan
pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide untuk mereka sendiri.
Membaca apa yang siswa tulis adalah cara yang istimewa untuk para guru
dalam mengidentifikasi pengertian dan miskonsepsi dari siswa.
Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989), dapat dilihat dari:
1.Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;
2.Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya;
3.Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika
dan struktur-strukturnya untuk menyejikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa:
1.menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika;
2.menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;
3.menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbul matematika;
4.mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;
5.membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis;
6.membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi;
7.menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
4. Koneksi matematika (mathematical connections)
Koneksi matematis merupakan pengaitan matematika dengan pelajaran lain,
atau dengan topik lain. Koneksi matematik (Mathematical Connections)
merupakan kegiatan yang meliputi:
1. mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur;
2. memahami hubungan antar topik matematik;
3.menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari;
4. memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;
5. mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen;
6. menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.
Pembelajaran matematika kini telah berpindah dari pandangan mekanistik
kepada pemecahan masalah, meningkatkan pemahaman, dan kemampuan
berkomunikasi secara matematika dengan orang lain. Jika pada pengajaran
matematika di masa lalu siswa diharapkan bekerja secara mandiri dan
dapat menguasai algoritma matematika melalui latihan secara intensif.
Selanjutnya kurikulum yang sekarang, matematika didesain dan
dikembangkan untuk mengembangkan daya matematis siswa, melalui inovasi
dan implementasi berbagai pendekatan dan metode. Hal tersebut digunakan
untuk membangun kepercayaan diri atas kemampuan matematika mereka
melalui proses
(1) Memecahkan masalah;
(2) Memberikanalasan induktif maupun deduktif untuk membuat,
mempertahankan, dan mengevaluasi argumen secara matematis;
(3) Berkomunikasi, menyampaikan ide/gagasan secara matematis;
(4) Mengapresiasi matematika karena keterkaitannyadengan
ilmu lain, aplikasinya pada dunia nyata.
5. Menyajikan matematika (mathematics representation)
Kemampuan manyajikan matematika (mathematics representation) merupakan
standar proses yang kelima yang harus dimiliki peserta didik setelah
memiliki kemampuan standar proses sebelumnya sebagai penyempurna tujuan
pembelajaran matematika. Adapun kemampan menyajikan matematika meliputi
antara lain :
1.Menciptakan dan menggunakan representasi untuk menyusun, merekam, dan mengokumikasikan ide matematika.
2.Dapat memilih, menggunakan dan menterjemahkan setiap representasi matematika untuk memecahkan masalah.
3.Menggunakan model penyajian dan menginterpretasikan secara fisik, sosial, dan phenomena matematika.
Penyajiannya tergantung pada pemahaman siswa terhadap konsep matematika
dan keterhubungannya. Penyajian yang diikuti siswa untuk
mengkomunikasikan pendekatan matematika, argumen, dan pemahaman diri
mereka dan yang lain.