BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Kurikulum
Matematika
2.1.1 Definisi
Kurikulum Matematika
Hudojo
(2005: 3) “Program yang disusun terinci sehingga menggambarkan kegiatan siswa
di sekolah dengan bimbingan guru disebut kurikulum”. Selanjutnya menurut
Hamalik (2010: 65) ”Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang mengandung makna
bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di luar
maupun di dalam sekolah asal kegiatan tersebut di bawah tanggung jawab guru
(sekolah)”.
Kemudian
menurut UU No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas (dalam
http://hasanahworld.files.wordpress.com/2012/02/definisi-dan-sejarah.kurikulum.pdf)
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Dari
beberapa definisi kurikulum tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah
program perencanaan yang disusun berdasarkan tujuan, isi dan bahan pelajaran
yang mengacu pada pengalaman-pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Hudojo
(2005: 3) menyatakan “Kurikulum matematika adalah suatu kurikulum yang
berhubungan dengan matematika dan cara mengorganisasikan materi matematika
menggunakan jawab pertanyaan: mengapa, apa, bagaimana, dan kepada siapa
matematika diajarkan disekolah”.
2.1.2 Komponen-komponen
Kurikulum
Sudjana
(dalam http://matematikalujeng.blogspot.com/2012/11/perubahan-kurikulum.html)
menyatakan: “Kurikulum memiliki 5 komponen yakni: tujuan kurikulum, isi dan
struktur kurikulum, strategi kurikulum, sarana kurikulum, sistem evaluasi
kurikulum. Perubahan-perubahan kurikulum terjadi pada kelima komponen tersebut”.
Adapun 5 komponen yang mengalami perubahan tersebut adalah:
1.
Perubahan dalam tujuan kurikulum
Perubahan ini didasarkan kepada
pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa. Tanpa tujuan yang jelas, tidak
akan membawa perubahan yang berarti, dan tidak ada petunjuk kemana pendidikan
diarahkan. Contohnya visi dan misi sekolah
2. Perubahan isi dan struktur
kurikulum
Perubahan ini meninjau struktur mata
pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran.
Perubahan ini dapat menyangkut aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus
diberikan kepada anak. Contohnya penggolongan pendidikan umum dan keahlian.
3. Perubahan strategi kurikulum
Perubahan ini menyangkut pelaksanaan
kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan
sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan. Contohnya penerapan strategi active learning, cooperative learning, dll
4. Perubahan sarana kurikulum
Perubahan
ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantitas, juga sarana
material. Contohnya perlengkapan sekolah berupa laboratorium, perpustakaan,
alat peraga.
5.
Perubahan dalam sistem evaluasi
Perubahan
ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana
kurikulum berjalan efektif dan efisien, relevan, produktivitas terhadap program pembelajaran sebagai suatu
sistem dari kurikulum.
2.2 Sejarah
Perkembangan Kurikulum Matematika Sekolah
Perubahan
kurikulum
terjadi sejak tahun 1947. Menurut Longsani (dalam
http://longsani.wordpress.com/2012/11/28/kurikulum-yang-pernah-ada-di-indonesia/)
berdasarkan
tahun terjadinya perubahan untuk tiap kurikulum maka muncullah
nama-nama kurikulum berikut:
1. Kurikulum
1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
2. Kurikulum
1952 (Rentjana Pendidikan Terurai 1952)
3. Kurikulum
1964 (Rentjana Pendidikan 1964)
4. Kurikulum
1968
5. Kurikulum
1975
6. Kurikulum
1984
7. Kurikulum
1994 (GBHN 1994)
8. Kurikulum
2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK).
9. Kurikulum
2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP)
Sejak
tahun
1968, di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum
matematika sekolah. Menurut Didi Suryadi (dalam
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195802011984031-DIDI_SURYADI/DIDI-18.pdf
menyatakan
perubahan kurikulum matematika sekolah.
Tahun
|
Ciri-ciri Kurikulum
|
Materi Matematika
|
|
1968
|
1. Lebih mengutamakan hafalan yang
sifatnya mekanis daripada pengertian.
2. Diutamakan pengerjaan soal-soal
latihan guna meningkatkan daya ingat akan rumus-rumus.
3. Teori belajarnya teori belajar
Skinner
|
1.Pengajaran geometri, penekanan lebih
diberikan pada keterampilan berhitung.
2.Materi
pelajaran matematika yang lain lebih menekankan pada penggunaan rumus-rumus
bukan bagaimana rumus-rumus untuk melakukan perhitungan tersebut diperoleh.
|
|
1975
|
1. Pengajaran lebih menekankan pada
pengertian, dan berpusat pada siswa.
2. Soal-soal bersifat pemecahan
masalah daripada bersifat rutin.
3. Pengajaran menggunakan teori
belajar Piaget dan Brunner yang sentral pengajarannya adalah pemecahan
masalah.
|
1. Geometri bidang dan ruang
2. Statistika dan probabilitas
3. Relasi
4. Sistem numerasi kuno
5. Penulisan lambang bilangan non-desimal
|
|
1984
|
Cirinya sama dengan kurikulum tahun
1984
|
Materi pengenalan kalkulator, mulai
diberikan.
|
|
1994
|
1.Penggunaan kembali teori belajar
Skinner yang lebih menekankan pada kemampuan berhitung pada tingkat sekolah
dasar.
2. SMP dan SMU teori belajar yang
digunakan dalam proses belajar-mengajar dari teori belajar Piaget dan
Brunner.
|
SD: aritmatika (berhitung), pengantar
aljabar, geometri pengukuran, pengantar statistik.
SMP: aritmatika, aljabar, peluang,
geometri, dan statistika.
SMA: Pengenalan teori graf
|
|
2002
|
1.Pembelajaran lebih menekankan pada
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif.
2. Berpusat pada anak sebagai
pengembangan pengetahuan
|
SD: bilangan, geometri dan pengukuran,
pengenalan statistika
SMP: bilangan, aljabar, geometri,
peluang dan statistika.
SMU: aljabar, geometri dan pengukuran,
triginometri, peluang dan statistika, logika matematika.
|
|
2006
|
Pembelajaran digunakan dengan metode
belajar yang bervariasi.
|
Materi pelajaran masih sama seperti
pada kurikulum 2004.
|
|
2.3 Model Pengembangan
Kurikulum Matematika Sekolah
Hudojo
(2005: 3) menyatakan:
Kurikulum
matematika yang disusun itu harus ditangani oleh guru-guru yang kompeten.
Bagaimanapun baiknya kurikulum apabila ditangani oleh guru yang tidak kompeten,
prestasi belajar siswa tidak dapat diharapkan berhasil baik. Dengan kurikulum
yang baik ditangani guru yang kompeten, kurikulum tersebut akan dapat
dilaksanakan di depan kelas. Pelaksanaan kurikulum di depan kelas benar-benar
sangat tergantung kemampuan dan keterampilan seorang guru.
Empat pertanyaan yang harus dijawap
untuk pengembangan isi dan struktur kurikulum matematika menurut Hudojo (2005:
10-12) yakni:
1. Mengapa topik-topik matematika
tertentu harus diajarkan?
2.
Topik matematika apa yang harus diajarkan?
3. Bagaimana topik-topik matematika
diajarkan?
4. Kepada siapa topik-topik
matematika diajarkan?
Menurut Hudojo (2005: 7) Model
pengembangan isi dan struktur kurikulum memiliki empat komponen yakni:
1.
Obyektif
Obyektif didefinisikan sebagai suatu
pernyataan hasil yang dikehendaki yaitu suatu pernyataan yang menunjukkan
sebagai apa pelajar itu bila telah menyelesaikan dengan sukses proses
pengalaman belajarnya. Mager (dalam Hudojo, 2005: 15) menyatakan bahwa obyektif
itu harus dinyatakan sebagai tingkah laku siswa.
Untuk
merumuskan obyektif, menurut Mager (dalam Hudojo, 2005: 16) perlu diperhatikan
langkah-langkah berikut:
a.
Bermakna
Obyektif
kita itu bermakna apabila kita berhasil mengkomunikasikan obyektif itu kepada
pembaca apa yang kita maksudkan. Misalkan kita rumuskan suatu obyektif untuk
seseorang dan kemudian dia mengajar siswa-siswanya. Siswa-siswa itu bertindak
seperti apa yang kita pikirkan; ini berarti obyektif yang kita susun itu
bermakna, tidak disalah tafsirkan.
b.
Mengidentifikasi tingkah laku terminal
Yang dimaksud tingkah laku terminal
adalah tingkah laku siswa yang kita kehendaki, yakni siswa itu mampu
mendemonstrasikan apa yang kita ajarkan kepadanya pada akhir program.
Misalnya,
mengembangkan pengertian persamaan kuadrat, ini tidak dinyatakan di dalam
penampilan sebab kita tidak dapat mengobservasi apa yang sedang dikerjakan
siswa ketika ia mengerti persamaan kuadrat. Sebenarnya pernyataan itu tidak
jelas dan karena itu komunikasi menjadi gagal. Lebih baik bila obyektif itu
dimisalkan mampu menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel, sebab
obyektif ini mengatakan bahwa siswa akan menyelesaikan sistem persamaan linear
dua variabel pada akhir program.
c.
Menetapkan tingkah laku terminal
Menetapkan
tingkah laku terminal lebih lanjut dengan menyatakan persyaratan seperti guru
merasa puas apabila siswa dapat mendemonstrasikan penguasaan obyektif.
Misalnya,
siswa harus mampu menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan
menggunakan metode eliminasi. Obyektif ini lebih terinci sebab guru matematika
akan mengerti yang dikehendaki yaitu tidak hanya suatu jawaban yang benar saja
melainkan juga suatu prosedur khusus.
d.
Menyatakan Kriteria
Untuk menilai apakah tingkah laku
terminal itu dapat tercapai, diperlukan suatu kriteria. Misalnya, siswa harus
mampu menyelesaikan paling sedikit 5 buah soal tentang sistem persamaan linear
dua variabel dengan menggunakan metode eliminasi dalam waktu 15 menit. Jadi
obyektif ini memasukkan persyaratan waktu. Dengan demikian guru dapat
menentukan apakah siswanya telah mencapai obyektif.
2.
Pemilihan Topik dan Pengalaman Belajar
·
Pemilihan Topik Belajar
Usaha
untuk mencapai suatu komposisi materi matematika yang tepat dan ke dalaman yang
cukup sehingga silabus matematika di sekolah dapat dipertanggung jawabkan.
Dengan ke dalaman yang cukup berarti materi yang disajikan itu tidak
berlebihan, tetapi cukup untuk memberikan dasar kepada siswa agar kelak mereka
mampu mengembangkan dirinya baik terhadap aplikasinya maupun matematika sebagai
ilmu murni.
Untuk
itu kriteria pemilihan materi matematika secara umum adalah:
a.
Validitas, materi yang dipilih harus mendukung tercapainya tujuan yang telah
dirumuskan. Dengan demikian materi yang kita pilih itu tidak menyimpang dari
tujuan yang sudah kita tetapkan. Misalnya obyektif yang telah kita tetapkan
yakni siswa mampu menyelesaikan masalah sehari-hari dengan sistem persamaan
linear dua variabel. Materi yang dipilih untuk mendukung tercapainya tujuan
tersebut adalah soal cerita yang penyelesaiannya menggunakan sistem persamaan
dua variabel, bukan sistem persamaan linear tiga variabel. Soal cerita sendiri
juga dibatasi pada persoalan sehari-hari bukan mengenai sains murni. Sehingga
materi yang dipilih tidak berlebihan.
b.
Signifikan, konsep-konsep yang disusun berhubungan sedemikian hingga berurutan
secara hierarki dan merupakan kesatuan yang utuh. Yang perlu diperhatikan juga
untuk konsep yang sama, harus dijamin
bahwa suatu konsep yang diajarkan disuatu tingkat tidak bertentangan dengan
tingkat sebelumnya atau berikutnya. Misalnya sebelum mempelajari sistem
persamaan linear dua variabel, telah dipelajari terlebih dahulu persamaan
linear satu variabel, persamaan linear dua variabel, kemudian sistem persamaan
linear dua variabel.
c.
Kesiapan kegunaan, materi yang dipilih untuk disajikan harus mudah dipelajari
siswa dan dapat dilaksanakan di depan kelas. Jadi di dalam memilih materi
kesiapan siswa perlu mendapat perhatian yang serius di samping itu kegunaan
dari materi yang dipilih itu perlu mendapat perhatian yang serius. Misalnya
konsep sistem persamaan linear dua variabel, selain dapat menghitung
nilai-nilai variabelnya. Siswa mampu mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya pada saat berbelanja.
·
Pemilihan Pengalaman Belajar
Proses
belajar akan berjalan sebagaimana mestinya bila siswa ikut berpartisipasi dengan
aktif. Pemilihan jenis pengalaman belajar cenderung kepada bagaimana
mengaktifkan siswa di dalam mempelajari materi matematika. Pengalaman belajar
yang lampau sangat mempengaruhi proses belajar yang sedang dialami siswa. Jika
pengalaman belajar yang lampau hanya sekedar berlatih keterampilan memanipulasi
simbol-simbol tanpa pengertian, dikhawatirkan proses pemahaman terhadap konsep
baru tidak tercapai.
Kriteria
pemilihan pengalaman belajar:
a. Validitas
b. Variasi
c. Kesiapan
3.
Organisasi dan Integrasi Topik-topik dan Pengalaman Belajar
Topik-topik dan pengalaman belajar
haruslah dikombinasikan menurut urutan sehingga efektif. Contohnya pelajaran matematika di SMA diawali
dengan bilangan rasional, bentuk pangkat positif, pangkat negatif, bentuk akar
dan pangkat pecahan, sifat-sifat pangakat rasional, logaritma.
4.
Penilaian
Kurikulum
tidak hanya mengenai bagaimana topik dan pengalaman belajar disusun dan
diintegrasikan, melainkan seperti apa hasilnya. Misalnya guru memberikan tes
sebagai suatu alat ukur dan menetapkan apakah obyektif yang dirumuskan tercapai
atau tidak. Hasilnya lah yang digunakan untuk mendiagnosa kelemahan dan
kekuatan komponen-komponen mana yang perlu diperbaiki.
No comments:
Post a Comment