Friday, February 21, 2014

konstruk 2

Hakikat Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis

Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga dengan konsep atau prinsip itu akan terbangun kembali transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atas prinsip baru (Hudojo, 1981). Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi kognitif melalui aktivitas seseorang. Implikasinya adalah pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Siswa sendirilah yang harus aktif secara mental membangun pengetahuannya berdasarkan struktur kognitifnya (Parwati, 2004).
Secara lebih spesifik, Hudoyo (1998) mengatakan bahwa pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis memiliki ciri sebagai berikut.
a. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya, karena mereka belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir.
b. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi yang lebih kompleks terjadi.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang dasarnya adalah pemecahan masalah.

Jadi belajar matematika menurut pandangan konstruktivisme adalah suatu proses pembentukan pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh siswa selama kegiatan pembelajaran itu berlangsung. Agar kegiatan pembelajaran berlangsung secara efektif, maka guru sebagai fasilitator dituntut untuk bisa menyajikan suatu kondisi, sehingga siswa bisa belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Selanjutnya Suparno (1997) menyatakan bahwa proses konstruksi pengetahuan bercirikan sebagai berikut.
a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang telah mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah siswa miliki.
b. Konstruksi pengetahuan adalah proses yang terus menerus. Setiap berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, diadakan rekonstruksi baik secara kuat atau lemah.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menurut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

Berdasarkan ciri-ciri di atas, diperoleh acuan bahwa dalam pembelajaran matematika setiap siswa harus mengkonstruksi pengetahuanya sendiri dan mempunyai cara sendiri untuk memahami suatu konsep. Di samping itu, siswa diharapkan mengetahui kekhasan dalam dirinya ketika belajar beserta keunggulan dan kelemahannya dalam memahami sesuatu. Ini berarti siswa yang aktif berpikir, merumuskan konsep dan mengambil makna. Peran guru disini adalah membantu supaya proses konstruksi itu berjalan agar siswa membentuk pengetahuannya.
Adapun tujuan belajar itu sendiri khususnya dalam belajar matematika diungkapkan Meier (2000) bahwa: (1) siswa seharusnya belajar berargumentasi (memberikan alasan) yang di dalamnya mencakup: pendasaran, penyusunan secara logis, penataan secara beruntun, (2) siswa seharusnya bersikap kreatif, yang di dalamnya mencakup bersedia dan siap untuk menemukan jalan pemecahan soal, membuat variasi dalam suatu keadaan, mengadakan kemungkinan-kemungkinan baru, dan (3) siswa seharusnya belajar untuk mematematiskan situasi, yang di dalamnya mencakup menangkap dan menguraikan situasi, memperoleh data, dan merumuskan hubungan dalam segala situasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa belajar matematika menurut pandangan konstruktivis adalah suatu proses pembentukan pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung secara efekif, maka guru dituntut untuk mampu berperan sebagai fasilitator yang mampu menyediakan suatu kondisi sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

No comments:

Post a Comment