BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
MODEL PEMBELAJARAN REALISTIK
Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang
berminat mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang
dipelajarinya itu dalam hidupnya. Manfaat itu bisa berupa kemungkinan
meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya, kepuasannya dan sebagainya.
Dengan perkataan lain persepsi seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya
terhadap sesuatu itu (Marpuang, 2001). Demikian pula dengan pembelajaran
matematika, seseorang anak akan berminat belajar matematika bila anak tersebut
mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika
bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika
dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat
anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan
matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran
Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal
dalam Gravermeijer, 1994).
Ide utama dari model pembelajaran RME
adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan
lingkungan yang dekat dengan anak. Soedjadi (2001a:2) mengemukakan bahwa
pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu (Soedjadi, 2001a:2). Lebih
lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang
nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat
membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat
yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut juga kehidupan
sehari-hari.
Treffers (1991: 32) memformulasikan dua
konsep matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat
mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau
dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia
symbol. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan
penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah
dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal
merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu
sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh
matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus,
menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang
berbeda, perumusan model matematik dan penggenerelisasian.
Proses pembelajaran matematika dengan
RME menggunakan masalah kontekstual (contextual
problems) sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa
melakukan aktivitas matematisasi horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan
masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah
tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan
masalah kontekstual dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki. Kemudian siswa dengan bantuan atau tanpa bantuan guru, menggunakan
matematisasi vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap
pembentukan konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat
mengalikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah
kontekstual, sehingga memperkuat pemahaman konsep.
Gravermeijer (1994:91) mengemukakan
bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam model pemebelajaran RME yakni:
a. Petunjuk
menemukan kembali/matematisasi progresif (guided
reinvention/progressive mathematizing)
Melalui topik-topik
yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama
sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi,
dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga
siswa menemukan sendiri konsep atau hasil (Fauzan, 2001:2).
b. Fenomena
yang bersifat mendidik (didactical
phenomenology)
Topik-topik matematika
disajikan kepada siswa dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan
aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kontribusinya dalam proses
penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.
c. Mengembangkan
model sendiri (Self developed models)
Dalam menyelesaikan
masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka
sendiri, sehingga dimungkinkan muncul berbagai model buatan siswa. Model-model
tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik
menuju arah pengetahuan matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan
pembelajaran seperti berikut “masalah kontekstual”
“model dari masalah kontekstual tersebut”
“model kea rah formal”
“pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001b:4).



2.
PRINSIP
DAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN REALISTIK
a. Prinsip
Pembelajaran Matematika Realistik
Ø Guided
Reinvention and Progressive Mathematizing
Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan
matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus
diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan
kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep secara matematika. Maksud dari
mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah bahwa setiap siswa diberi
kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur
pemecah masalah yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa,
sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000:4).
Prinsip ini sejalan dengan paham kontruktivitas yang menyatakan bahwa
pengetahuan tidak dapat dikontruksi oleh siswa itu sendiri.
Ø Didactical
Phenomenology
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal
ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual ini
dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus
diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses re-invention,
artinya rposedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah
disediakan oelh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah
kontekstual tersebut.
Ø Self
Developed Models
Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip
ini berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika
formal. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal
kontekstual.
b. Karakteristik
Pembelajaran Matematika Realistik
Ø Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context)
Pembelajaran diawali
dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dari sistem formal.
Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus
merupakan masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.
Ø Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical
Instruments)
Dengan menggunakan masalah
kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran dapat mendorong siswa
untuk membentuk model dasar matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa,
sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain
dengan menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti, skema-skema,
diagram-diagram, symbol-simbol dan sebagainya.
Ø Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution)
Kontribusi yang besar pada proses mengajar belajar dating dari
siswa, artinya semua pikiran (kontruksi dan produksi) siswa diperhatikan.
Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari
siswa. Misalnya pada pengertian skala, pada awalnya siswa diberi kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi pengertian skala dengan kalimat mereka sendri,
kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu
pendapat yang benar. Jika tidak ada yang benar, guru hanya membimbing kea rah
pengertian yang benar.
Ø Interaktivitas (Interactivity)
Mengoptimalkan proses mengajar belajar melalui interaksi siswa
dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi terus
dioptimalkan samapi kontruksi yang diinginkan diperoleh, sehingga interaksi
tersebut dimanfaatkan.
Ø Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining)
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan. Oleh karena
itu, keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pembelajaran) harus
dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna.
3.
CIRI-CIRI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Berdasarkan prinsip dan karakteristik model
pembelajaran RME maka ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari model
pembelajaran ini (Nur, 2000: 8), yakni:
a. Pembelajaran
dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berbasis
pada pengalaman yang telah dimiliki siswa, sehingga mereka dengan segera
tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna.
b. Urutan
pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas atau eksplorasi, yaitu siswa
menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik dan aktivitas matematika
mereka yang tidak formal, misalnya menngambar, membuat diagram, membuat tabel
atau mengembangkan notasi informal.
c. Pembelajaran
matematika tidak semata-mata memberi
penekanan pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah procedural
(algoritma) serta keterampilan.
d. Memberi
penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah.
e. Siswa
mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan memahami matematika dengan
penalaran.
f. Siswa
belajar matematika dengan pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru
dari pengalaman dari pengetahuan awal.
g. Dalam
pembelajaran siswa dilatih untuk mengikuti pola kerja, intuisi – coba – salah –
dugaan/spekulasi – hasil.
h. Terdapat
interaksi yang kuat antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
i.
Memberikan perhatian yang seimbang
antara matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
4.
LANGKAH-LANGKAH
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan
karakteristik PMR uraian di atas, maka langkah-langkah kegiatan inti
pembelajaran matematika realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Langkah
1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal)
kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan
soal atau masalah dengan memeberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas)
terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini
karakteristik PMR yang diterapkan adalah karakteristik pertama. Selain itu
pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip
pertama dari PMR.
Langkah
2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh
menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya
sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru
memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian
soal tersebut. Misalnya: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa
kamu berpikir seperti itu dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk
menemukan kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika.
Di samping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan
menggunakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk
memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak member tahu
penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh
penyelesaiannya sendiri. Pada langkah ini semua prinsip PMR muncul, sedangkan
karakteristik PMR yang muncul adalah karakteristik ke-2, menggunakan model.
Langkah
3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu hasil dari
diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap
ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat,
meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik
PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan idea tau kontribusi siswa,
sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara
siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber
belajar.
Langkah
4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan
diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang
terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMR
yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan interaksi antara guru dengan
siswa.
5. KALEBIHAN
DAN KESULITAN METODE PEMBELAJARAN REALISTIK
Ø
Kelebihan
pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono : (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau
kelebihan dari matematika realistik, yaitu :
a.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang
jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada
umumnya bagi manusia.
b.
Pembelajaran
metematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa matematika
adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh
siswa tidak hanya oleh mereka yang
disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama
antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan
soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian
yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara
penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah
tersebut.
d.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu
(misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
Ø Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar PMR dapat muncul
justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya.
Kesulitan-kesulitan tersebut yaitu :
1.
Tidak mudah
untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai
siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu
merupakan syarat untuk dapat diterapkan PMR.
2.
Pencarian
soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.
Tidak mudah
bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam
menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4.
Tidak mudah
bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan
kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Salah satu cara untuk mencoba membuat
seorang anak berminat belajar matematika adalah dengan menginformasikan
kemanfaatan matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan
pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah
satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran
matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini
dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics
Education (RME). Beberapa prinsip dan karakterritik pembelajaran realistic diantaranya : prinsip Guided
Reinvention and Progressive Mathematizing, Didactical Phenomenology, Self
Developed Models dan karakteristik Menggunakan
masalah kontekstual (Use of Context),
Menggunakan model (Use of Models,
Bridging by Vertical Instruments), Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution), Interaktivitas (Interactivity), Terkait dengan Topik
Lainnya (Intertwining). Disamping
itu ada beberapa langkah dalam pembelajaran realistic yaitu memahami masalah kontekstual,
menyelesaikan masalah kontekstual,membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan
menarik kesimpulan.
2. Saran
Tidak semua metode pembelajaran dapat di gunakan
untuk materi pelajaran, maka dari itu dalam memilih metode pembelajaran harus
dapat disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipilih.
Dengan metode pembelajaran realistic, diharapkan
siswa mampu mengkontruksi dan menemukan sendiri pengetahuan konsep melalui bantuan
guru yang bersifat terbatas dan juga dengan pembelajaran realistic ini dapat
meningkatkan serta memperbaiki kualitas
pembelajaran matematika.
No comments:
Post a Comment