Friday, February 21, 2014

pmr 2

BAB II
PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN  REALISTIK
Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang berminat mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang dipelajarinya itu dalam hidupnya. Manfaat itu bisa berupa kemungkinan meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya, kepuasannya dan sebagainya. Dengan perkataan lain persepsi seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya terhadap sesuatu itu (Marpuang, 2001). Demikian pula dengan pembelajaran matematika, seseorang anak akan berminat belajar matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal dalam Gravermeijer, 1994).
Ide utama dari model pembelajaran RME adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak. Soedjadi (2001a:2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu (Soedjadi, 2001a:2). Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Treffers (1991: 32) memformulasikan dua konsep matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia symbol. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematik dan penggenerelisasian.
Proses pembelajaran matematika dengan RME menggunakan masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematisasi horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki. Kemudian siswa dengan bantuan atau tanpa bantuan guru, menggunakan matematisasi vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat mengalikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga memperkuat pemahaman konsep.
Gravermeijer (1994:91) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam model pemebelajaran RME yakni:
a.       Petunjuk menemukan kembali/matematisasi progresif (guided reinvention/progressive mathematizing)
Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil (Fauzan, 2001:2).
b.      Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)
Topik-topik matematika disajikan kepada siswa dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kontribusinya dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.
c.       Mengembangkan model sendiri (Self developed models)
Dalam menyelesaikan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri, sehingga dimungkinkan muncul berbagai model buatan siswa. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju arah pengetahuan matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan pembelajaran seperti berikut “masalah kontekstual”  “model dari masalah kontekstual tersebut”  “model kea rah formal”  “pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001b:4).
2.      PRINSIP DAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN REALISTIK
a.       Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Ø  Guided Reinvention and Progressive Mathematizing
      Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep secara matematika. Maksud dari mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah bahwa setiap siswa diberi kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecah masalah yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000:4). Prinsip ini sejalan dengan paham kontruktivitas yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat dikontruksi oleh siswa itu sendiri.
Ø  Didactical Phenomenology
      Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses re-invention, artinya rposedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan oelh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah kontekstual tersebut.
Ø  Self Developed Models
      Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual.
b.      Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Ø  Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context)
      Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.
Ø  Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical Instruments)
      Dengan menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran dapat mendorong siswa untuk membentuk model dasar matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain dengan menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti, skema-skema, diagram-diagram, symbol-simbol dan sebagainya.
Ø  Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution)
      Kontribusi yang besar pada proses mengajar belajar dating dari siswa, artinya semua pikiran (kontruksi dan produksi) siswa diperhatikan. Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari siswa. Misalnya pada pengertian skala, pada awalnya siswa diberi kebebasan penuh untuk mengidentifikasi pengertian skala dengan kalimat mereka sendri, kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu pendapat yang benar. Jika tidak ada yang benar, guru hanya membimbing kea rah pengertian yang benar.
Ø  Interaktivitas (Interactivity)
      Mengoptimalkan proses mengajar belajar melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi terus dioptimalkan samapi kontruksi yang diinginkan diperoleh, sehingga interaksi tersebut dimanfaatkan.
Ø  Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining)
      Struktur dan konsep matematika saling berkaitan. Oleh karena itu, keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pembelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses  belajar mengajar yang lebih bermakna.
3.      CIRI-CIRI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Berdasarkan prinsip dan karakteristik model pembelajaran RME maka ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari model pembelajaran ini (Nur, 2000: 8), yakni:
a.       Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berbasis pada pengalaman yang telah dimiliki siswa, sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna.
b.      Urutan pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas atau eksplorasi, yaitu siswa menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik dan aktivitas matematika mereka yang tidak formal, misalnya menngambar, membuat diagram, membuat tabel atau mengembangkan notasi informal.
c.       Pembelajaran matematika tidak semata-mata memberi penekanan pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah procedural (algoritma) serta keterampilan.
d.      Memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah.
e.       Siswa mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan memahami matematika dengan penalaran.
f.       Siswa belajar matematika dengan pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dari pengetahuan awal.
g.      Dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mengikuti pola kerja, intuisi – coba – salah – dugaan/spekulasi – hasil.
h.      Terdapat interaksi yang kuat antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
i.        Memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
4.      LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR uraian di atas, maka langkah-langkah kegiatan inti pembelajaran matematika realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
            Langkah 1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memeberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini karakteristik PMR yang diterapkan adalah karakteristik pertama. Selain itu pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari PMR.
            Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika. Di samping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak member tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri. Pada langkah ini semua prinsip PMR muncul, sedangkan karakteristik PMR yang muncul adalah karakteristik ke-2, menggunakan model.
            Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan idea tau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber belajar.
            Langkah 4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan interaksi antara guru dengan siswa.
5.      KALEBIHAN DAN KESULITAN METODE PEMBELAJARAN REALISTIK
Ø  Kelebihan pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono : (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari matematika realistik, yaitu :
a.       Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang  jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
b.      Pembelajaran metematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa  tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.       Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
d.      Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
Ø  Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut yaitu :
1.      Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkan PMR.
2.      Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.      Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4.      Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Salah satu cara untuk mencoba membuat seorang anak berminat belajar matematika adalah dengan menginformasikan kemanfaatan matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME). Beberapa prinsip dan karakterritik  pembelajaran realistic diantaranya : prinsip Guided Reinvention and Progressive Mathematizing, Didactical Phenomenology, Self Developed Models dan karakteristik Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context), Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical Instruments), Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution), Interaktivitas (Interactivity), Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining). Disamping itu ada beberapa langkah dalam pembelajaran realistic yaitu memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual,membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan menarik kesimpulan.
2.      Saran
Tidak semua metode pembelajaran dapat di gunakan untuk materi pelajaran, maka dari itu dalam memilih metode pembelajaran harus dapat disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipilih.
Dengan metode pembelajaran realistic, diharapkan siswa mampu mengkontruksi dan menemukan sendiri pengetahuan konsep melalui bantuan guru yang bersifat terbatas dan juga dengan pembelajaran realistic ini dapat meningkatkan  serta memperbaiki kualitas pembelajaran matematika.

No comments:

Post a Comment